Senin, 21 Januari 2013

ADAT PEULARA UTEUN DI ACEH (KEARIFAN LOKAL YANG MEMUDAR


Hutan merupakan rahmat dan karunia dari sang pencipta, maka pengelolaan dan perlindungannya sangat ditentukan oleh keberadaan manusia sebagai khalifah dimuka bumi ini. Hutan di Aceh  harus dilindungi dan dikelola dengan baik berdasarkan asas tanggung jawab, asas keberlanjutan, dan asas keadilan. penghargaan terhadap kearifan lokal dan kearifan lingkungan sangat mendukung dalam upaya penyelamatan hutan yang dilandasi dengan semangat kultur masyarakat yang terlembaga dengan baik.
Permasalahan perlindungan hutan di Provinsi Aceh bukan hanya menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah Aceh, tetapi menjadi tanggung bersama masyarakat Aceh. Tentu kita ingat bagaimana usaha dan perjuangan para Indatu (nenek moyang) kita terdahulu melindungi hutan dengan baik sehingga keberadaan hutan saat ini masih tetap eksis, mereka menjaga hutannya dengat adat yang dipatuhi dengan jiwa kebersamaan, aturannya juga tidak tertulis, tapi mengapa mereka patuh?,  kepatuhan tersebut dilandasi dengan latar belakang yang disadari bahwa sumber daya alam di dunia ini mempunyai kedudukan serta peranan penting bagi kehidupan, yang harus dikelola dan dimanfaatkan secara lestari, selaras dan seimbang bagi kesejahteraan rakyat untuk masa kini dan masa yang akan datang.
Akibat dari salah pengeloaan hutan tersebut maka keberadaan dan perlindungan hutan sudah pada tahap mengkhawatirkan. Karena pada dasarnya adat peulara uteun sangat dibutuhkan sebagai upaya perlindungan generasi dimasa depan. Tentu kita tidak ingin banjir bandang akan selalu menjadi pemandangan disaat hutan tidak lagi bersahabat dengan manusia akibat kerakusan manusia yang tanpa henti. Sebagai pembatas, maka Adat peulara uteun (adat memelihara dan melindungi hutan) berfungsi sebagai aturan yang membatasi perilaku manusia untuk melakukan eksplorasi dan tindakan-tindakan lain berpotensi rusaknya hutan.
Menurut pemikiran Fritjof Capra dan Edward O. Wilson dalam Satjipto Rahardjo menjelaskan bahwa, perkembangan sains dan kearifan manusia dewasa ini sudah sampai pada suatu titik sedemikian rupa sehingga melihat kehidupan sebagai suatu kesatuan kehidupan yang otentik. Menurut Capra, untuk tumbuh menjadi suatu masyarakat yang mampu mempertahankan kelangsungan hidup dengan baik “ sustainable community”, maka tidak ada jalan lain kecuali memelihara dan menjaga agar kesatuan kehidupan tidak terganggu. Hanya dengan memelihara kesatuan tersebut (dalam hal ini adat peulara uteun) kehidupan di dunia dapat terhindar dari kehancuran.
Adat peulara uteun sebagai penyelamatan hutan dan pelestarian sumber daya alam dapat dalam pelaksanaannya sangat dipengaruhi oleh: Pertama, pengetahuan masyarakat mengenai hakikat hutan dan fungsinya, sehingga apabila pengetahuan masyarakat minim dan serta apatis terhadap kelangsungan hidup hutan maka yang terjadi adalah penebangan liar (illegal logging) tanpa batas  yang saat ini kerap terjadi. Walaupun moratorium tentang penebangan hutan dibatasi, akan tetapi masyarakat tetap bersikeras dengan dalih sebagai sumber pencaharian. Kedua, pemahaman yang signifikan terhadap kondisi hutan saat ini harus menjadi perhatian, karena Provinsi Aceh dapat dikatakan darurat ekologis yang ditimbulkan oleh kegiatan industri atau sejenisnya dalam menjalankan usaha dan baik yang dilakukan oleh penguasa maupun oleh pengusaha. Ketiga, sikap masyarakat terhadap ketentuan hukum yang mengatur mengenai kehutanan baik yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat maupun daerah terkesan tidak dipatuhi dengan baik, alhasil perlindungan mengenai kelestarian hutan tidak terimplementasi dengan baik.
Maka berdasarkan deskripsi singkat diatas maka seyogiyanya hutan dipelihara dengan baik dan mendapat perhatian serius dari seluruh komponen masyarakat agar hutan yang ada saat ini bisa dinikmati oleh anak cucu kita dimasa yang akan datang. Peran serta masyarakat dalam perlindungan dan pengembangan fungsi hutan sebagaimana mestinya merupakan tanggung jawab bersama, untuk itu maka, keberadaan manusia terhadap lingkungannya menjadi khalifah yang bisa membuat rahmat bagi sekalian alam…..
Penulis: Yusrizal, S.H. M.H.
Pendiri Lembaga Kajian dan Konsultasi Hukum (LKKH) di Lhokseumawe

1 komentar: